Mampukah Kita Mencintai Istri atau Suami Kita Tanpa Syarat?
Thursday, February 19, 2009
Mampukah Kita Mencintai Istri atau Suami Kita Tanpa Syarat?

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yang sudah senja, Pak Suyatno 58 tahun, kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit dan sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun.

Mereka dikarunia 4 orang anak. Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat, tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang. Dan lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur.

Mampukah Kita Mencintai Istri atau Suami Kita Tanpa Syarat?

Ini kisah nyata, beliau adalah Bapak Eko Pratomo, Direktur Fortis Asset Management yang sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dalam memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yang diutarakan beliau adalah sangat benar sekali. Silakan baca dan dihayati.

* Mampukah Kita Mencintai Tanpa Syarat? *
"Sebuah perenungan buat para suami, istri dan calon istri".

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yang sudah
senja, Pak Suyatno 58 tahun, kesehariannya diisi dengan merawat istrinya
yang sakit dan sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun.

Mereka dikarunia 4 orang anak. Disinilah awal cobaan menerpa, setelah
istrinya melahirkan anak keempat, tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak
bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga
seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang. Dan
lidahnya pun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.

Untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya
sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.
Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas
maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa
saja yang dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang
tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia
selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar
dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan keempat buah hati mereka,
sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih
kuliah.

Pada suatu hari, keempat anak Suyatno berkumpul di rumah orang tua
mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah
tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu
mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu , semua anaknya
berhasil.

Dengan kalimat yg cukup hati-hati, anak yang sulung berkata "Pak, kami
ingin sekali merawat Ibu semenjak kami kecil melihat Bapak merawat Ibu
tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak. Bahkan Bapak tidak
izinkan kami menjaga Ibu".
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya,"Sudah yg
keempat kalinya kami mengizinkan Bapak menikah lagi, kami rasa Ibu pun
akan mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan
berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat Bapak, kami janji
kami akan merawat Ibu sebaik-baik secara bergantian.

Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anak mereka.
"Anak-anakku, jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk
nafsu, mungkin Bapak akan menikah, tapi ketahuilah dengan adanya Ibu
kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan
kalian". Sejenak kerongkongannya tersekat.
"Kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta
yang tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya
Ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini?"

"Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa bahagia
meninggalkan Ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan Bapak
yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana
dengan Ibumu yg masih sakit."
Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, mereka pun melihat
butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno. Dengan pilu
ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV
swasta untuk menjadi nara sumber dan mereka pun mengajukan pertanyaan
kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat sendiri
Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa. Di saat itulah meledak tangis
beliau dengan tamu yg hadir di studio. Kebanyakan kaum perempuanpun
tidak sanggup menahan haru.

Di situlah Pak Suyatno bercerita. "Jika manusia didunia ini mengagungkan
sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi
waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan. Saya memilih
istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat dia pun
dengan sabar merawat saya mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan
dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang
dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama dan itu merupakan
ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya
apa adanya. Sehat pun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia
sakit."

Semoga bermanfaat.

 
posted by Fudy at 16:57 | Permalink |


0 Comments: